Teladan Terbaik bagi Siswa Indonesia Adalah Uzumaki Naruto
(Muh. Syahrul Padli)
Apa kabar siswa-siswi seluruh Indonesia? Masih sehat? Saya harap kalian tetap sehat fisik dan mental. Bukannya apa, kalau kalian sakit, Indonesia bisa dalam keadaan gawat loh. Apalagi sekarang ini, pemerentah, katanya mau memaksimalkan potensi kalian agar bonus demografi dekade ini tidak menguap begitu saja.
Oke, sebagai warga negara yang telah melalui beberapa jenis jenjang persekolahan, saya akan memberi saran kepada pihak pemerentah yang mengurusi pendidikan. Semua ini tak lain dan tak bukan agar siswa-siswi yang akan disulap menjadi angkatan kerja Indonesia nggak cengeng dan siap dengan segala kenyataan yang ada.
Saran saya adalah tentang pentingnya panutan bagi mereka. Tanpa panutan yang cocok, siswa-siswa Indonesia akan salah arah, tersesat dan terombang-ambing. Panutan ini bisa mereka pilih sendiri dari tokoh utama di tayangan yang mereka tonton di TV.
Sayangnya, semakin hari semakin sulit kita jumpai tayangan hiburan yang mengandung nilai-nilai pelajaran yang ditujukan untuk mereka. Kebanyakan acara TV tidak lagi menyediakan saluran khusus untuk anak sekolah. Tidak seperti dulu di mana siswa mendapat pelajaran berbuat baik, menolong sesama dan menumpas kejahatan dari Power Rangers, Kamen Rider, Ultraman dan Anime setiap hari minggu mulai pagi sampai siang hari.
Masalah tayangan TV yang opsinya itu-itu saja kemungkinan besar akan berdampak buruk bagi siswa Indonesia. Karena itu, sudah saatnya siswa Indonesia kembali mendapat tayangan yang dekat dan akrab dengan kehidupan mereka seperti generasi saya dulu. Agar nilai-nilai lebih masuk kedalam kepala tanpa didahului nasihat yang disampaikan terangan-terangan. Toh kampanye revolusi mental yang oldiest dan nggak relate dengan generasi baru sudah terbukti nggak efektif.
Terus, siapa panutan yang cocok untuk siswa-siswi Indonesia?
Dia tak lain dan tak bukan adalah Naruto.
Tahu nggak siapa Naruto? Itu tuh, tokoh utama di anime dan Manga Naruto. Seorang anak yang dulu dijauhi orang-orang kemudian sekarang dia berhasil mewujudkan impiannya. Bahkan Naruto pun pernah diremehkan oleh gurunya sendiri dan dianggap sebagai siswa paling tidak berbakat di angkatannya karena sehari-hari hanya berbuat onar dan jahil demi mendapat pengakuan dan perhatian.
Dalam pelajaran dia tak pernah dapat nilai memuaskan, dalam praktik juga sama tak memuaskannya. Semua standar keburukan dilekatkan kepada Naruto. Lalu apa yang terjadi?
Setelah sekian banyak episode, Naruto berhasil membuat orang-orang dan guru-gurunya mengakuinya. Mengakui bahwa tanpa bakat bawaan berupa IQ tinggi, serta tanpa nilai-nilai akademik memadai, dia bisa mewujudkan mimpinya sebagai Hokage (ninja terkuat sekaligus kepala desa).
Naruto adalah contoh orang sukses yang tak akan menyimpan dendam kepada guru dan orang lain. Naruto tidak akan memamerkan kesuksesannya dan bilang di Instagram atau Facebook “aku dianggap tak akan bisa lulus dari akademi. Inilah aku sekarang. Hokage ke-7”.
Guru-guru Naruto yang expert sebenarnya hanya dua yaitu Kakashi-sensei dan Jiraiya-sensei. Guru-guru lainnya nggak buruk-buruk amat juga sih, tapi nggak hebat juga. Ada yang dianggap tak kompeten dan mesum seperti Ebisu-sensei atau yang hanya bermodal kemauan, ketulusan dan kesabaran seperti Iruka-sensei. Tapi Naruto menghargai semua gurunya. Dia menganggap kalau seluruh gurunya, adalah bagian penting perjalanannya menggapai impian sebagai Hokage.
Naruto adalah sebaik-baik contoh bagi siswa Indonesia karena telah menunjukkan adat ketimuran yakni menghormati guru. Naruto ini juga menunjukkan bahwa tak seberbakat apa pun dia dalam standar akademik tertentu, selama dia punya privilese sebagai anak almarhum Hokage keempat, punya setengah darah klan Uzumaki (keturunan langsung Hagoromo Otsutsuki, bapak pendiri dunia ninja yang punya kekuatan setara dewa), punya topangan cakra besar dari Kyubi (monster rubah ekor sembilan), dia bisa tetap sukses. Naruto ini, singkatnya mau memperlihatkan bahwa harapan besar siswa-siswi di masa mendatang mesti bersandar pada privilese yang mereka miliki, bukan hanya usaha mati-matian.
Selain ditunjukkan tentang perjuangan, siswa-siswi Indonesia juga mesti dihadapkan pada hukum yang berlaku di dunia nyata. Naruto bisa jadi Hokage karena dia punya privilese lebih baik dari Kiba (teman angkatannya). Kiba juga mau jadi Hokage, tapi dia tak punya privilese dan hasilnya apa? Dia jadi kepala kepolisian di Naruto. Ibarat persaingan jadi capres, Kiba ini punya akhir seperti Sandiaga Uno-lah. Gagal jadi wapres lalu dipilih jadi menteri.
Tapi terlepas dari itu semua, saya ingin menekankan kembali di akhir tulisan ini bahwa yang terpenting di anime Naruto adalah kegigihan tokoh utamanya mencapai impian walau lingkungan sekitarnya mengatakan bahwa dia tak akan pernah mencapainya. Kegigihan macam ini dari siswa-siswi Indonesia yang dibutuhkan kelak. Kecerdasan yang tak ditopang mental kuat akan membawa generasi Indonesia seperti Uciha Sasuke yang meninggalkan desa.
Sudah punya privilese genetika bagus, wajah tampan, kekuatan mata aduhai, bakat bawaan yang sangat mengagumkan, dapat perhatian khusus Hokage ketiga eh tetap lari juga karena dapat tawaran lebih menjanjikan dari Orochimaru.
Banyak Uciha Sasuke dengan versi kearifan lokal di luar sana. Yang cerdas, nilai akademik bagus, lalu kabur ke luar negeri. Mereka membangun bangsa lain. Mereka ini, kuat pas kabur ke luar negeri, pulangnya jadi nerf. Pulang hanya ketika dia sudah lemah dan tak berdaya di luar sana. Seperti Uciha Sasuke yang kini jadi beban di anime Boruto.
Bagaimana pemerentah? Sudah siap beli hak siar Naruto dan menayangkannya tiap hari Minggu di TV Negara? Sudah banyak loh anak-anak Indonesia yang siap diberi PR membuat ringkasan pelajaran kebaikan yang diperoleh sehabis menonton tiap episode Naruto.