Tujuh Ciri-ciri Pembaca Sastra Newbie, Nomor Tujuh Bikin Gregetan

Muh. Syahrul Padli
4 min readFeb 10, 2021

--

(Muh. Syahrul Padli)

creativecommons.org

Hyung dan Hying penulis sekaligus pembaca sastra veteran rahimakumullah, yang barangkali membaca tulisan ini dengan agak jijik. Maafkan diri saya ini. Maklumlah, saya masih tergolong pembaca sastra newbie.

Bacaan saya tak bisa dibandingkan secuil pun dengan jangkauan bacaan Hyung dan Hying yang sangat luas. Sebelum terkena demam Haruki Murakami beberapa tahun lalu — karena hype di Indonesia yang tertular dari Amerika dan dunia secara umum, bacaan saya toh hanya sampai di buku-buku praktis macam Cara Beternak Lele, Cara Mengolah Limbah Popok, Cara Menghitung Siklus Subur Wanita dan Meditasi untuk Kesehatan Reproduksi.

Saya digerakkan hype dan booming sehingga bisa terjun menjadi pembaca sastra newbie. Sungguh tak bisa dibandingkan dengan Hyung dan Hying yang terjun ke dunia sastra ini karena inisatif yang lahir dari dalam diri.

Pengetahuan saya soal sastra dan kehidupan ini secara umum masih dangkal. Meski demikian, izinkanlah saya, dengan kedangkalan ini, mencoba menganalisa para newbie lain. Hyung dan Hying tak perlu ikut campur. Karena kalau Hyung dan Hying yang melakukannya, itu bisa membuat pinggang encok karena harus menurunkan titik pandang serendah-rendahnya kepada kami yang newbie ini.

Untuk membuat waktu Hyung dan Hying tidak terbuang percuma, saya ingin memaparkan ciri-ciri pembaca sastra newbie. Barangkali dengan mengetahuinya, para Hyung dan Hying bisa memurnikan lingkaran pergaulan intelektuil dan tingkat tinggi di kalangan sendiri. Toh kami, para pembaca sastra newbie ini tak boleh bergabung dengan lingkaran elit sampai kami tercerahkan.

Berikut saya paparkan ciri-ciri kami, para pembaca dan penulis sastra newbie.

Pertama, nama akun sosmed kami sangat indie

Nama akun sosmed ini sangat penting bagi kami karena nama akun adalah etalase pikiran dan diri sendiri. Nama akun ini punya potensi menghadiahi kami rejeki nomplok berupa follower banyak dan jadi personal branding yang bagus. Ya kali dapat endorse dari penjual kopi.

Nama akun sosmed ini, menurut kami, harus se-indie mungkin demi eksistensi kami. Ada yang pakai nama seperti pecandu kata, penikmat senja, penyeruput kopi dan sejenisnya di akun sosmed kami.

Pembaca sastra lama tidak akan melakukan hal tersebut karena itu mungkin terkesan sangat tidak mencerminkan kapasitas pengetahuan kesusasteraan Hyung dan Hying yang jauh dari romansa Wattpad, puisi-puisi di kepsyen Instagram dan quote-quote ABG bucin.

Terus apa saya melakukannya juga? Saya berencana melakukannya. Saya awalnya mau ganti akun Instagram jadi pengentut senja. Tapi nggak jadi. Takut teman-teman newbie yang lain tersinggung. Bukannya apa, tak masuk golongan para pembaca sastra veteran dan ditolak grup pembaca newbie adalah bencana dalam karir pembacaan saya.

Kedua, kami sering aplod quote-quote penulis idola.

Pembaca sastra newbie itu rajin menyusuri halaman buku untuk mencari bahan yang bisa dijadikan quote-quote di akun sosial media kami. Supaya kami terlihat keren dan intelektuil.

Quote-quote paling sering kami tampilkan sebagai kepsyen Instagram yang dipadukan dengan foto siluet, foto duduk merenung, foto di puncak gunung dan di dekat tebing dan semacamnya. Tipe quote bergantung terhadap tipe penulis yang karyanya dibaca.

Quote-quote tentang keadilan sosial, perjuangan barangkali didapat dari karya Pramoedya Ananta Toer. Quote-quote tentang perasaan, jarak dan rindu barangkali didapat dari karya Fiersa Besari. Quote-quote tentang burung yang tertidur di sangkar beresleting barangkali didapat dari karya Eka Kurniawan.

Saya juga termasuk tipe ini. Quote-quote yang saya sering upload adalah yang dari karya Haruki Murakami. Saya belum berani memajang quote-quote tentang burung yang tertidur di sangkar beresleting. Itu quote yang hanya boleh diposkan pembaca sastra veteran. Saya yang newbie ini harus sadar diri.

Ketiga, kami sering berfoto dengan buku.

Pasti Hyung dan Hying bertanya dalam hati soal apa sih faedahnya berfoto dengan buku orang lain? Berfoto dengan buku karya sendiri kapan? Sebagai newbie, berfoto dengan buku seperti makan vitamin c. Bagus untuk stamina dan imunitas tubuh dalam berkarya dan menjelajahi karya sastra.

Kami sadar kok, kapasitas kami sebagai pembaca newbie belum mampu memantik lahirnya karya yang lolos terbit penerbit mayor. Berfoto dengan buku, meski itu buku pinjaman dan karya orang lain, adalah upaya kami menaikkan kepercayaan diri, sebagai wujud doa agar suatu saat kami nanti bisa befoto dengan karya sendiri dan semoga bisa memikat gebetan yang juga sama-sama pembaca sastra newbie.

Keempat, semangat-semangatnya menulis di blog, web autor content generated dan aplikasi tulis menulis.

Tinimbang para Hyung dan Hying pembaca sastra veteran, kami para newbie tak memikirkan hal sefundamental kualitas tulisan. Kami akan menulis dengan prioritas utama nama tayang dulu sebagai penulis di beragam flatform. Kalau bisa, frekuesinya sehari satu tulisan terbit.

Honor nomor sekian. Kalau dapat honor syukur, kalau ditolak, ya nulis lagi. Kalau tulisan kami terbit, maka tautan akan kami bagikan dengan penuh rasa bangga. Kami akan tandai para pembaca sastra newbie lain untuk menunjukkan pencapaian kami.

Kelima, rajin merekomendasikan novel ke teman.

Para pembaca newbie akan semangat bicara tentang buku dan lebih semangat lagi merekomendasikan buku yang disukainya ke teman yang juga suka membaca buku dan sebaliknya kami tidak keberatan mendengar rekomendasi buku dari teman.

Berawal dari merekomendasikan dan direkomendasikan, grup pembaca sastra newbie akan terbentuk secara alami. Kami akan bergiat di sana. Saling memotivasi. Siapa tahu dengan selingan topik senja, kopi dan petikan gitar dalam chord indie bisa menjadi pelarian sementara kami dari kehidupan yang keras.

Keenam, ikut mencap penulis lain.

Bukan hanya para Hyung dan Hying pembaca sastra veteran yang rajin menilai karya penulis itu buruk atau penulis ini bagus dan seterusnya. Kami, para pembaca newbie juga begitu. Bedanya, penilaian bagus tidaknya tidak berdasar pada teori kritik sastra. Kami hanya menilai dari apa yang kami baca, gaya bahasa, diksi, pemilihan sudut pandang dan hal-hal dangkal lain.

Ketujuh, kalau mau menulis, lebih pusing pikirin nama pena tinimbang ide utama cerita

Sebagai penulis newbie, beberapa dari kami ini pusing mikirin nama pena. Nama pena bagi kami jauh lebih penting daripada urusan teknis tulisan. Kami akan mencari nama pena yang kira-kira bisa membawa hoki. Ya kali, dengan nama pena, kami ketiban rejeki seperti Tere-Liye.

Demikianlah tujuh ciri-ciri pembaca sastra newbie. Hyung dan Hying sekalian, tolong dong tulis juga tujuh ciri-ciri pembaca sastra veteran, supaya kami para pembaca sastra newbie bisa mengusahakan agar naik kelas.

--

--

Muh. Syahrul Padli
Muh. Syahrul Padli

Written by Muh. Syahrul Padli

A Science and Physics Teacher, An Educational Researcher, co-Founder of YT Bawah Pohon Science. Instagram: @syahrul_padli. Email: syahrulpadlifisika02@gmail.com

Responses (2)